“Dan
bukan hanya itu saja. Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan
kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan”
(Rm. 5:3)
Kata
“kesengsaraan” dalam ayat di atas berasal dari kata
“tribulation”. Kata ini mungkin jarang kita gunakan, padahal kita
mengalaminya tiap hari. Kesengsaraan atau tribulasi dalam ayat ini
berarti “masalah, problem, kesulitan, kesusahan, tekanan,
kepedihan, penderitaan.”
Sekarang,
setelah tahu arti sesungguhnya, Anda mungkin akan berkata, “Kalau
itu, saya ahlinya!” Ya, kita merasa bahwa kita adalah ahli karena
tiap hari mengalaminya. Karena itu, Anda pasti akan tertarik dengan
asal-usul kata tersebut.
Pada
zaman dahulu, gandum menjadi komoditas penting orang Romawi. Saat
memanen gandum, mereka menggunakan suatu alat yang mirip dengan parut
raksana, terbuat dari kayu dengan batu tajam dan besi sebagai
matanya. Parut ini dikendarai petani dan ditarik lembu. Parut raksasa
ini disebut tribulum.
Dari kata inilah kata “tribulasi” berasal. Tribulum
ini dipakai untuk memisahkan gandum dan jeraminya—kata tribulasi
secara tepat menggambarkan betapa masalah itu mengirik dan menekan
kita.
Petani
menggunakan tribulum
bukan untuk menghancurkan gandum, melainkan memilah gandum. Allah
juga memakai masalah bukan untuk menghancurkan kita, melainkan untuk
membuat kita kuat, karena “kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan”
(Rm. 5:3). Rasul Paulus menulis bahwa Allah “menghibur kami dalam
segala penderitaan kami.” “Penghiburan” dan “penderitaan”
itu berjalan seiring. Saat mengalami kesengsaraan, kita memerlukan
penghiburan. Betapa beruntungnya kita bahwa kita memiliki Roh Kudus,
Roh Penghibur yang akan menguatkan dan menopang kita (Yoh. 14:26).
Pandanglah
tiap masalah, problem, kesulitan, kesusahan, tekanan, kepedihan, dan
penderitaan dari sudut pandang rohani dan lihat hasilnya!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar