Sabtu, 10 September 2016

REDEFINISI 105: Keimaman Orang Percaya

REDEFINISI 105: Keimaman Orang Percaya

Dan biarlah kamu juga dipergunakan sebagai batu hidup untuk pembangunan suatu rumah rohani, bagi suatu imamat kudus, untuk mempersembahkan persembahan rohani yang karena Yesus Kristus berkenan kepada Allah. ... Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib”  
(1Ptr. 2:5, 9)


Salah satu ungkapan yang sering kita dengan selain “Tuhan memberkati” atau “Tuhan Yesus memberkati” adalah “Tolong, doakan saya” atau “Dukung saya dalam doa.” Hal itu biasanya disampaikan kepada orang yang dianggap lebih rohani, misalnya pendeta. Terdengar sangat rohani, bukan? Lebih daripada itu, ada orang-orang yang dengan berani menyatakan gerejanya sebagai gereja ruang mahakudus yang memiliki kuasa untuk mewakili jemaatnya untuk menghadap dan memohon kepada Tuhan. Pendeta besarnya tentu menjadi imam utama atau imam besar. Sungguh menyedihkan, bahwa kita mengakui adanya keimaman orang percaya berdasarkan ayat di atas, tetapi di sisi lain mempraktikkan hal lain yang bertentangan dengannya.

Untuk memahami konsep ini, kita perlu menengok praktiknya dalam Perjanjian Lama. Imam-iman dalam Perjanjian Lama dipilih oleh Allah, tidak memilih dirinya sendiri; dipilih untuk suatu maksud tertentu: melayani Allah dengan hidup mereka melalui kurban-kurban persembahan. Ini merupakan tipologi pelayanan Yesus Kristus. Gambaran ini tidak diperlukan lagi setelah pengurbanan-Nya di atas kayu salib digenapi. Saat tirai bait Allah terbelah ketika Yesus mati (Mat. 27:51), Allah secara implisit menyatakan bahwa keimaman Perjanjian Lama sudah berakhir. Sekarang, orang bisa datang langsung kepada Allah melalui Imam Besar Agung, Yesus Kristus (Ibr. 4:11-16). Tidak ada lagi manusia yang menjadi pengantara antara Allah dan manusia seperti yang ada di Perjanjian Lama (1Tim. 2:5).

Kristus, Imam Besar kita, telah membuat pengurbanan atas dosa sekali untuk selamanya (Ibr. 10:12), dan pengurbanan-Nya itu sempurna, tidak perlu ada pengurbanan lagi (Ibr. 10:26). Orang percaya sesuai 1 Petrus 2:5, dipilih Allah untuk mempersembahkan persembahan rohani yang karena Yesus Kristus berkenan kepada Allah. Ini sungguh luar biasa. Orang percaya memiliki hak istimewa karena dipilih oleh Allah. ... “... bangsa yang terpilih ... umat kepunyaan Allah sendiri.” Di Perjanjian Lama, hanya iman yang boleh masuk ke Kemah Suci atau Bait Suci. Ke dalam Ruang Mahakudus, yang ada di balik tirai, hanya Imam Besar yang bisa masuk setahun sekali pada hari penebusan dosa, untuk mempersembahkan kurban bagi umat. Itu berlaku pada masa Perjanjian Lama. Jemaat dan orang percaya masa ini tidak lagi hidup dengan demikian. Tidak ada lagi orang khusus yang menjadi pengantara doa dan persembahan kurban. Karena kematian Yesus Kristus di atas kayu salib, SEMUA ORANG PERCAYA memiliki akses untuk datang ke hadapan takhta Allah secara langsung. WOW! Saat Yesus Kristus datang kembali dan Yerusalem baru turun ke bumi (Why. 21), orang percaya akan bertemu muka dengan muka dan akan melayani Dia selamanya (Why. 22:3-4). Betapa luar biasanya!

Kita tidak perlu lagi orang yang bisa masuk “ruang mahakudus” atau gereja mahakudus sehingga perlu ada orang yang khusus untuk mendoakan. Itu hak istimewa semua orang percaya yang sayang sekali dilewatkan atau tidak dipergunakan. Kita tidak memerlukan orang yang ibarat dukun mengetahui hal lebih daripada kita atau mempunyai kuasa lebih daripada kita. Roh Kudus dengan kuasa yang sama ada dalam diri orang percaya. Masalahnya, apakah seseorang itu sadar akan pimpinan Roh Kudus sementara hidupnya dipimpin oleh perasaannya dan hikmatnya sendiri? Jangan mau dimanipulasi dengan orang yang mengatakan memiliki kuasa untuk menjadi pengantara. Tidak ubahnya, orang yang pasti mengaku sebagai hamba Tuhan, hamba terdekat Tuhan, yang minta berkat, bebas dari kemiskinan, sembuh dari sakit-penyakit, bangkit dari kematian, dan segala hal jasmani, ini sama dengan dukun.

Orang percaya dipilih untuk suatu maksud khusus: mempersembahkan kurban rohani (misalnya: Ibr. 13:15-16) dan memberitakan perbuatan besar-Nya yang telah menyelamatkannya (1Ptr. 2:5; Ti. 2:11-14; Ef. 2:10). Rencana Allah dengan kita adalah mempersembahkan kurban rohani, bukan lagi yang jasmani, bukan lagi yang bersifat materi, melainkan hidup kita: perkataan yang memuliakan Allah dan perbuatan baik. Segala tindakan Allah untuk menyelamatkan kita, mengembalikan kita ke dalam rancangannya semula, hendaknya juga menjadi fokus pemberitaan kita. Itu lebih penting daripada sekadar berita tentang mukjizat Allah dalam menyembuhkan kita dari sakit-penyakit yang seringkali disaksikan secara dahsyat oleh saudara-saudara kita. Bagaimana Allah membentuk kita lewat kekurangan, sakit-penyakit, kelebihan, masalah, dan segala sesuatu yang membuat kita benar-benar menjadi batu yang hidup, adalah mukjizat yang jauh lebih penting untuk diberitakan. Hidup kita ini untuk melayani Tuhan. Karena tubuh kita adalah Bait Roh Kudus (1Kor. 6:19-20), Allah memanggil kita untuk mempersembahkan hidup kita sebagai persembahan yang hidup (Rm. 12:1-2).

Keimaman orang percaya ini menyatakan adanya kesetaraan dalam persekutuan orang percaya. Tidak ada orang yang ditiinggikan lebih daripada orang lain karena jabatannya dalam jemaat. Semua adalah imam yang melayani Tuhan yang harus berfungsi sebagai batu hidup untuk membangun rumah rohani. (D.B.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BERANIKAH AKU?????????

BERANIKAH AKU JIKA... 1. JIKA AKU ADALAH MUSA Beranikah aku yang sudah mati-matian memimpin bangsa Israel masuk ke negeri yang limpah den...