Sabtu, 10 September 2016

REDEFINISI 105: Keimaman Orang Percaya

REDEFINISI 105: Keimaman Orang Percaya

Dan biarlah kamu juga dipergunakan sebagai batu hidup untuk pembangunan suatu rumah rohani, bagi suatu imamat kudus, untuk mempersembahkan persembahan rohani yang karena Yesus Kristus berkenan kepada Allah. ... Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib”  
(1Ptr. 2:5, 9)


Salah satu ungkapan yang sering kita dengan selain “Tuhan memberkati” atau “Tuhan Yesus memberkati” adalah “Tolong, doakan saya” atau “Dukung saya dalam doa.” Hal itu biasanya disampaikan kepada orang yang dianggap lebih rohani, misalnya pendeta. Terdengar sangat rohani, bukan? Lebih daripada itu, ada orang-orang yang dengan berani menyatakan gerejanya sebagai gereja ruang mahakudus yang memiliki kuasa untuk mewakili jemaatnya untuk menghadap dan memohon kepada Tuhan. Pendeta besarnya tentu menjadi imam utama atau imam besar. Sungguh menyedihkan, bahwa kita mengakui adanya keimaman orang percaya berdasarkan ayat di atas, tetapi di sisi lain mempraktikkan hal lain yang bertentangan dengannya.

Untuk memahami konsep ini, kita perlu menengok praktiknya dalam Perjanjian Lama. Imam-iman dalam Perjanjian Lama dipilih oleh Allah, tidak memilih dirinya sendiri; dipilih untuk suatu maksud tertentu: melayani Allah dengan hidup mereka melalui kurban-kurban persembahan. Ini merupakan tipologi pelayanan Yesus Kristus. Gambaran ini tidak diperlukan lagi setelah pengurbanan-Nya di atas kayu salib digenapi. Saat tirai bait Allah terbelah ketika Yesus mati (Mat. 27:51), Allah secara implisit menyatakan bahwa keimaman Perjanjian Lama sudah berakhir. Sekarang, orang bisa datang langsung kepada Allah melalui Imam Besar Agung, Yesus Kristus (Ibr. 4:11-16). Tidak ada lagi manusia yang menjadi pengantara antara Allah dan manusia seperti yang ada di Perjanjian Lama (1Tim. 2:5).

Kristus, Imam Besar kita, telah membuat pengurbanan atas dosa sekali untuk selamanya (Ibr. 10:12), dan pengurbanan-Nya itu sempurna, tidak perlu ada pengurbanan lagi (Ibr. 10:26). Orang percaya sesuai 1 Petrus 2:5, dipilih Allah untuk mempersembahkan persembahan rohani yang karena Yesus Kristus berkenan kepada Allah. Ini sungguh luar biasa. Orang percaya memiliki hak istimewa karena dipilih oleh Allah. ... “... bangsa yang terpilih ... umat kepunyaan Allah sendiri.” Di Perjanjian Lama, hanya iman yang boleh masuk ke Kemah Suci atau Bait Suci. Ke dalam Ruang Mahakudus, yang ada di balik tirai, hanya Imam Besar yang bisa masuk setahun sekali pada hari penebusan dosa, untuk mempersembahkan kurban bagi umat. Itu berlaku pada masa Perjanjian Lama. Jemaat dan orang percaya masa ini tidak lagi hidup dengan demikian. Tidak ada lagi orang khusus yang menjadi pengantara doa dan persembahan kurban. Karena kematian Yesus Kristus di atas kayu salib, SEMUA ORANG PERCAYA memiliki akses untuk datang ke hadapan takhta Allah secara langsung. WOW! Saat Yesus Kristus datang kembali dan Yerusalem baru turun ke bumi (Why. 21), orang percaya akan bertemu muka dengan muka dan akan melayani Dia selamanya (Why. 22:3-4). Betapa luar biasanya!

Kita tidak perlu lagi orang yang bisa masuk “ruang mahakudus” atau gereja mahakudus sehingga perlu ada orang yang khusus untuk mendoakan. Itu hak istimewa semua orang percaya yang sayang sekali dilewatkan atau tidak dipergunakan. Kita tidak memerlukan orang yang ibarat dukun mengetahui hal lebih daripada kita atau mempunyai kuasa lebih daripada kita. Roh Kudus dengan kuasa yang sama ada dalam diri orang percaya. Masalahnya, apakah seseorang itu sadar akan pimpinan Roh Kudus sementara hidupnya dipimpin oleh perasaannya dan hikmatnya sendiri? Jangan mau dimanipulasi dengan orang yang mengatakan memiliki kuasa untuk menjadi pengantara. Tidak ubahnya, orang yang pasti mengaku sebagai hamba Tuhan, hamba terdekat Tuhan, yang minta berkat, bebas dari kemiskinan, sembuh dari sakit-penyakit, bangkit dari kematian, dan segala hal jasmani, ini sama dengan dukun.

Orang percaya dipilih untuk suatu maksud khusus: mempersembahkan kurban rohani (misalnya: Ibr. 13:15-16) dan memberitakan perbuatan besar-Nya yang telah menyelamatkannya (1Ptr. 2:5; Ti. 2:11-14; Ef. 2:10). Rencana Allah dengan kita adalah mempersembahkan kurban rohani, bukan lagi yang jasmani, bukan lagi yang bersifat materi, melainkan hidup kita: perkataan yang memuliakan Allah dan perbuatan baik. Segala tindakan Allah untuk menyelamatkan kita, mengembalikan kita ke dalam rancangannya semula, hendaknya juga menjadi fokus pemberitaan kita. Itu lebih penting daripada sekadar berita tentang mukjizat Allah dalam menyembuhkan kita dari sakit-penyakit yang seringkali disaksikan secara dahsyat oleh saudara-saudara kita. Bagaimana Allah membentuk kita lewat kekurangan, sakit-penyakit, kelebihan, masalah, dan segala sesuatu yang membuat kita benar-benar menjadi batu yang hidup, adalah mukjizat yang jauh lebih penting untuk diberitakan. Hidup kita ini untuk melayani Tuhan. Karena tubuh kita adalah Bait Roh Kudus (1Kor. 6:19-20), Allah memanggil kita untuk mempersembahkan hidup kita sebagai persembahan yang hidup (Rm. 12:1-2).

Keimaman orang percaya ini menyatakan adanya kesetaraan dalam persekutuan orang percaya. Tidak ada orang yang ditiinggikan lebih daripada orang lain karena jabatannya dalam jemaat. Semua adalah imam yang melayani Tuhan yang harus berfungsi sebagai batu hidup untuk membangun rumah rohani. (D.B.)

Jumat, 09 September 2016

REDEFINISI 104: Hadirat Tuhan

REDEFINISI 104: Hadirat Tuhan


Kita memasuki hadirat Tuhan. Kita rasakan kuasa-Nya. Kita puji dan sembah Dia di hadirat-Nya. Hadirat-Nya telah turun memenuhi tempat ini ....”

Demikianlah kata-kata yang acapkali kita dengarkan saat ibadah atau kebaktian. Pemimpin ibadah atau gembala biasa mengatakan itu ketika menyampaikan ajakan kepada jemaat. Ada juga lagu yang syairnya mengatakan, “Masuk hadirat-Nya dengan hati bersyukur, memuji Dia ....” Kata-kata itu terdengar indah dan syair pun terdengar manis di indera pendengaran kita. Saat itu, para hadirin seolah-olah terbius dan terbawa suasana yang membuat bulu kuduk berdiri karena agungnya. Padahal itu semua perlu dipelajari dan definisi ulang. Apakah hadirat Tuhan itu dan bagaimana hadirat Tuhan itu? Jangan sampai ternyata tanpa sadar kita telah melecehkan Tuhan lewat perbuatan kita.

Allah adalah Allah yang Omnipresent. Kata “omni” berasal dari kata Latin yang berarti “seluruh, semua.” Kata “omnipresent” berakar dari bahasa Latin pertengahan “omni- omni- + praesent- present” yang artinya ada atau hadir di mana pun pada saat yang sama. Jadi, Allah itu ada dan hadir di mana pun pada waktu yang sama. Biasanya kita menyebutkan bahwa Allah itu Mahahadir. Ayat-ayat yang mendukungnya ada banyak: Mazmur 139:7-18; Yeremia 23:24; Amsal 15:3; 1 Raja-raja 8:27; Kisah Para Rasul 17:24; Kolose 1:17; Matius 18:20; Yesaya 57:15; Ibrani 4:12; Yesaya 66:1; Ayub 34:21, dan masih banyak lagi. Keyakinan kita akan hal ini seharusnyalah terpancar dalam praktik ibadah dan pemujaan kita akan Dia.

Dengan dasar karakter Allah yang Mahahadir, kita bisa memahami frase “hadirat Tuhan” itu dengan lebih baik dan mempraktikkannya dengan lebih tepat dalam hidup sehari-hari kita. Kata “hadirat” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia daring berarti “hadapan”. Jadi, “di hadirat Tuhan” berarti “di hadapan Tuhan”. Jika Tuhan itu Mahahadir, maka di hadapan-Nya itu bisa berarti di mana pun, tidak terbatas oleh ruang dan waktu, tidak dibatasi oleh aba-aba. Kita berada di hadapan Tuhan di mana pun kita berada. Kita berada di hadapan Tuhan apa pun yang kita lakukan. Tidak ada istilah “memasuki hadirat Tuhan” karena kita tidak pernah keluar dari hadapan-Nya. Hadirat-Nya tidak bisa turun karena Dia ada dan meliputi segala sesuatu.

Frase “memasuki hadirat Tuhan” justru melecehkan karakter Tuhan yang Mahahadir. Kita mencoba untuk membatasi-Nya dan mengecilkan-Nya seolah-olah Dia akan turun dan hadir saat kita memerintah dan menginginkan-Nya. Sungguh, kita sudah bertindak kurang ajar terhadap Tuhan. Akibatnya, kita bisa bersikap semau kita seolah-olah Tuhan hanya hadir saat kita mengundang Dia.

Kesadaran akan pengakuan iman kita akan karakter Allah seharusnya mewarnai seluruh aspek hidup kita. Jika kita percaya Allah itu Mahahadir, kita menjadi takut akan Dia apa pun yang kita kerjakan. Kita takut berbuat dosa karena Dia yang Mahahadir pasti tahu saat kita berbuat dosa itu. Kita akan selalu berpikir bagaimana kita bisa menyenangkan Dia yang Mahahadir yang selalu ada bersama kita. Bahkan, bagi orang percaya Tuhan tinggal di dalam hati. Ini lebih dahsyat lagi. Kita akan menjaga tiap kata-kata yang meluncur dari bibir mulut kita bukan hanya karena takut melukai hati pasangan, anak-anak, sesama kita, melainkan juga takut melukai perasaan Tuhan. Saat akan melakukan hal yang tidak berkenan di hadapan Tuhan di kantor, di jalan, di rumah, di mana pun kita akan berpikir, “Apakah Tuhan akan disenangkan dengan apa yang kita pikirkan, katakan, dan lakukan?” Ini sungguh merupakan perjuangan sehari-hari kita di “hadirat Tuhan.” Keyakinan kita akan kehadiran Tuhan sungguh mengubah banyak hal dalam hidup kita. Demikianlah kita bisa menjadikan Alkitab sebagai otoritas dan praktik hidup kita. Ayo hidup benar di HADIRAT TUHAN ... (D.B.)

Rabu, 07 September 2016

REDEFINISI 103: PEKERJAAN TUHAN

REDEFINISI 103: PEKERJAAN TUHAN


Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia” (1Kor. 15:58)

Ὥστε ἀδελφοί μου ἀγαπητοί ἑδραῖοι γίνεσθε ἀμετακίνητοι περισσεύοντες ἐν τῷ ἔργῳ τοῦ κυρίου πάντοτε εἰδότες ὅτι ὁ κόπος ὑμῶν οὐκ ἔστιν κενὸς ἐν κυρίῳ (TR1550)

Selama 10 tahun saya pernah menjadi asisten gembala di sebuah jemaat. Saat itulah saya merasa bahwa saya ada dan terlibat dalam “pekerjaan Tuhan”. Pekerjaan Tuhan yang saya lakukan meliputi mengajar di Sekolah Alkitab, khotbah, memimpin pendalaman Alkitab, kunjungan, mempersiapkan warta jemaat, mempersiapkan khotbah gembala, dan lain-lain. Sungguh suatu hal istimewa yang saya jalani dalam hidup saya. Saya mengundurkan diri dari “pekerjaan Tuhan” tersebut lalu setelah beberapa lama, ada kawan yang mengajak saya bekerja di suatu perusahaan kristiani. Tentunya, tidak sedikit yang menganggap saya lari dari “pekerjaan Tuhan” karena lebih terpikat pada hal-hal duniawi. Itulah yang membawa saya meredefinisi makna “PEKERJAAN TUHAN”.

Yang dianggap pekerjaan Tuhan oleh kebanyakan orang adalah pelayanan jemaat entah itu menjadi gembala, diaken, pekerja, pemusik, pemimpin ibadah, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan pelayanan gerejawi, termasuk di dalamnya penginjilan, pemuridan, pendalaman Alkitab, dan ibadah. Itulah “pekerjaan Tuhan” yang kalau dilakukan jerih payah si pelaku tidak sia-sia. Dahsyatnya lagi, karena dianggap ini pelayanan kepada Tuhan, jika ada yang diberikan kepada para pelayan, pastilah itu ala kadarnya karena sifatnya 'pelayanan'.

Pasal 15 merupakan bagian yang paling penting dari Surat 1 Korintus. Secara keseluruhan, Paulus, selaku penulis surat ini membahas Kebangkitan Yesus Kristus yang menjadi inti pengharapan hidup orang percaya. Sungguh luar biasa mengingat Korintus dikenal sebagai wilayah yang rusak moralitasnya. Prostitusi dan kemabukan menjadi hal yang wajar di kalangan orang Korintus. Dalam tafsiran Wycliffe disebutkan bahwa kata Yunani Korinthia z omai yang secara harfiah berarti bertindak seperti orang Korintus, akhirnya berarti "melakukan percabulan". Begitu kelamnya kehidupan orang Korintus. Kepada jemaat dengan tantangan seperti inilah surat ini dituliskan. Belum lagi permasalahan internal jemaat.

Dilihat dari konteks ini, sangatlah logis jika ayat ini merupakan kesimpulan yang sangat kuat dan tegas bahwa kebangkitan Kristus memberikan harapan akan adanya kebangkitan orang percaya yang penuh kemuliaan, tentunya dalam tatanan baru Kerajaan Allah. Karenanya, apa pun kondisinya, bagaimana pun buruknya suatu kota atau bangsa, orang percaya Korintus dan juga kita semua ditantang untuk tidak menaruh harapan pada kondisi kelam tersebut, tetapi pada kebangkitan yang akan datang. Dalam menantikan semuanya itu, “giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan”.

Sangatlah logis pula apabila “pekerjaan Tuhan” di sini bukanlah mengacu pada pelayanan gerejawi semata. Kata ἔργῳ (ergo) yang dipakai dalam ayat ini tidak mengindikasikan kekhususan pekerjaan itu, tetapi urusan-urusan umum yang dilakukan manusia. Perspektif inilah yang kiranya menjadi fokus kita. Setelah percaya Tuhan Yesus, tidak ada satu area pun dalam hidup kita yang menjadi hak kita. Segenap pikiran, perasaan, dan kehendak kita semestinya ditundukan di bawah pikiran, perasaan, dan kehendak Tuhan. Dan pekerjaan Tuhan itu adalah memanggil kita bukan untuk bertindak seperti orang Korintus dengan amoralitasnya, melainkan hidup dengan harapan akan negeri yang lebih baik melalui kebangkitan. Tidak peduli apa pun pekerjaan kita, tanggung jawab utama kita selaku orang percaya adalah melakukan pekerjaan Tuhan. Jadi, bukan hanya gembala, penginjil, diakon, pemain musik, dan berbagai jabatan gerejawi saja yang merupakan pekerjaan Tuhan. Tuhan bekerja untuk menjadikan kita yang percaya untuk menjadi serupa dengan Kristus bukan serupa dengan orang Korintus.

Saya pernah selama 5 tahun menjadi editor di sebuah penerbitan. Dan saya melakukannya sebagai bagian dari tugas dan tanggung jawab melakukan pekerjaan Tuhan. Saya dibentuk dan diasah di tempat itu untuk makin dewasa dalam iman. Apa yang saya kerjakan sekarang pun sebagai online marketer adalah bagian dari pekerjaan Tuhan lain yang saya harus emban. Kesibukan memasak makanan buat keluarga, mengantar dan menjemput anak, mengurus segala keperluan harian mereka adalah bagian pekerjaan Tuhan lain yang juga dipakai Tuhan untuk mendewasakan saya. Kasih saya kepada isteri dan perjuangan cinta kami adalah pekerjaan Tuhan dimana Tuhan mempersiapkan kami menjadi orangtua terbaik bagi buah hati kami. Tulisan-tulisan ini adalah juga bagian dari pekerjaan Tuhan. Siapa pun saya dan dan apa pun yang saya kerjakan tidak lain dan tidak bukan adalah “PEKERJAAN TUHAN”, yang mengajar saya untuk tidak terfokus pada dunia ini, tetapi pada rencana agung keselamatan dari Tuhan. Hari demi hari adalah pembentukan Tuhan bagi saya untuk menjadi sempurna.

Puji Tuhan Yesus, ternyata apapun yang dikerjakan orang percaya untuk kemuliaan Tuhan adalah PEKERJAAN TUHAN. Pekerjaan-Nya adalah mengembalikan kita dalam rancangan-Nya semula untuk kemuliaan-Nya. Mungkin Anda adalah seorang ibu rumah tangga. Anda sedang melakukan pekerjaan Tuhan ketika Anda benar-benar rindu menjadi istri dan ibu yang Tuhan kehendaki. Mungkin Anda bekerja di perusahaan sekuler. Anda pun sedang melakukan pekerjaan Tuhan karena perusahaan itu membutuhkah anak-anak Tuhan yang menyebarkan 'virus' pengharapan akan kebangkitan Kristus dan kebangkitan orang percaya. Jika Anda seorang pedagang, Anda pun sedang melakukan pekerjaan Tuhan dengan nilai-nilai dan standar ilahi yang sempurna, lebih tinggi dari standar moral dunia. Apa pun profesi Anda, Anda bisa melakukan pekerjaan Tuhan. Dan ingatlah senantiasa juga bahwa “jerih payahmu tidak sia-sia” tidak mengacu pada berkat-berkat materi dan jasmani di dunia. Dalam fokus pada kekekalan, giatnya kita, semangatnya kita adalah karena adanya harapan bagi kita kelak, di langit baru dan bumi yang baru. (D.B.)

REDEFINISI 102: PENGUDUSAN

REDEFINISI 102: PENGUDUSAN 


Tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus.”
(1Ptr. 1:15-16).

Kejarlah kekudusan, sebab tanpa kekudusan tidak seorangpun akan melihat Tuhan”
(Ibr. 12:14).

Sulit untuk hidup kudus di dunia ini sekarang ini. Tidak jarang kita mendengar celetukan, “Sok suci!” yang diungkapkan pada orang yang mencoba hidup “berbeda” dengan lingkungannya. Bahkan tidak dipungkiri bahwa seringkali orang yang mengaku percaya yakin bahwa hidupnya kudus, meskipun kenyataannya, hidupnya tidak berbeda dengan orang yang tidak percaya. Bahkan, orang tidak percaya mungkin memiliki hidup moral yang baik dibandingkan orang yang mengaku percaya. Orang ini sudah yakin bahwa hidupnya sudah dikuduskan dengan darah Kristus yang tercurah di atas kayu salib. Dan itu cukup baginya entah bagaimana pun dia hidup di dunia.

Kata “kudus” berasal dari kata bahasa Yunani αγιος (hagios) kata sifat yang berarti “kudus”; kata kerjanya agiavzw (hagiazo): “memisahkan atau menguduskan.” Ayat 16 dari 1 Petrus 1 menegaskan bahwa ini merupakan perintah. Dasarnya adakah kekudusan Allah sendiri—διότι γέγραπται Ἅγιοι γένεσθε, ὅτι ἐγὼ ἅγιος εἰμι (dioti gegraptai hagioi genesthe hoti ego hagios eimi—TR1550)—Hendaklah kami menjadi kudus karena Aku juga kudus. Apa yang seharusnya terjadi dalam diri orang yang percaya saat ini: proses PENGUDUSAN.

Εἰρήνην διώκετε μετὰ πάντων καὶ τὸν ἁγιασμόν οὗ χωρὶς οὐδεὶς ὄψεται τὸν κύριον (eirenen diokete meta panthon kai ton hagiasmon hou choris oudeis opsetai ton kurion—TR1550) ... Frase διώκετε μετὰ πάντων (diokete meta panthon) dalam Ibrani 12:14 ini menegaskan bahwa kekudusan itu harus dikejar/diupayakan melebihi apa pun. Ini bukan hal yang patut diremehkan. Hidup kudus adalah tujuan hidup orang percaya setelah ia mengaku percaya. Menjadi/mengejar/mengupayakan kekudusan hidup haruslah menjadi irama hidup sehari-hari. Tanpa keseriusan untuk hidup kudus, iman seseorang patut dipertanyakan dan konsekuensinya jelas, “tanpa kekudusan tidak seorangpun akan melihat Tuhan.”

Kalau kita berbicara tentang PENGUDUSAN, kita melihat dua sisi mata uang: bahwa PENGUDUSAN itu 100% Allah yang mengerjakan dan memungkinkannya melalui karya Kristus di kayu salib dan 100% manusia dalam hal tanggung jawabnya untuk hidup kudus. Allah telah “memisahkan, menguduskan, mengkhususkan” orang percaya melalui kurban Kristus dan kita bertanggung jawab sepenuhnya untuk hidup terpisah, hidup kudus, dan hidup khusus demi mencapai tujuan kemuliaan Allah. Tanggung jawab ini benar-benar adalah pilihan kita.

Dalam hal ini, Tuhan Yesus adalah role-model kita. Kita menjalani proses demi proses untuk menjadi serupa dengan-Nya dalam pikiran, perasaan, dan kehendak kita. Roh Kudus menolong kita untuk memahami kehendak Allah itu. Transformasi kita itu berlangsung terus-menerus melalui saudara-saudara kita yang percaya, firman Allah, dan juga melalui berbagai peristiwa yang kita alami. Proses ini tidak akan berhenti dalam hidup ini, namun itulah target kita. Jika tidak demikian, kita sedang missed the target (berdosa). Proses ini akan selalu diwarnai dengan perjuangan kita melawan dunia, daging, dan Iblis. Mematikan daging dan segala keinginannya bukanlah hal mudah di tengah dunia yang menawarkan dan mengupayakan pemenuhan kebutuhan daging serta segala kenikmatannya.

Tidak mengherankan, banyak orang berhenti pada kekudusan secara posisional mereka saja disertai pemahaman yang keliru bahwa “Tuhan membuat segala sesuatu indah pada waktunya.” Artinya, seseorang yang sudah mengaku percaya tidak perlu berupaya keras untuk hidup kudus karena nantinya Tuhan akan menyempurnakan. Waspadalah dengan jaminan keselamatan palsu seperti ini. Tuhan menghendaki hidup suci dalam pikiran, perkataan, perasaan, dan kehendak kita. Itu berarti menyelaraskannya dengan pikiran, perasaan, dan kehendak Tuhan Yesus. Bagi dunia, kita mungkin akan dikatakan “sok suci”, tetapi bagi Tuhan Yesus, itulah hidup “standar” orang percaya di dunia, sama sekali bukan “sok” tetapi memang seperti itulah kita harus hidup. (D.B.)

Nas Yunani dikutip dari 1550 Stephanus New Testament (TR1550)





Selasa, 06 September 2016

REDEFINISI 101: Pengakuan sebagai Tuhan dan Pertobatan

REDEFINISI 101: Roma 10:9-10
Pengakuan sebagai Tuhan dan Pertobatan
 Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan. Karena dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan” (Roma 10:9-10)
Ayat ini banyak dipakai dalam penginjilan ataupun kebaktian sebagai bagian ayat-ayat untuk pemenangan jiwa. Ditegaskan bahwa agar diselamatkan, seseorang harus mengaku dengan mulut bahwa Yesus adalah Tuhan dan percaya dalam hati bahwa Allah telah membangkitkan Yesus dari antara orang mati. Lalu, orang itu akan berdoa singkat, “Tuhan Yesus, saya mengaku orang berdosa. Ampunilah saya. Saya percaya bahwa Engkau adalah Tuhan dan Juruselamat pribadi saya. Masuklah ke dalam hati saya. Amin.” Jabat tangan diiringi ucapan selamat karena “telah diselamatkan” pun mengiringi diikuti oleh beberapa ayat lain mengenai jaminan keselamatan.
Tampaknya sungguh manis memang sehingga tanpa sadar seseorang menyesatkan dan disesatkan. Roma 10:9-10 banyak diartikan secara dangkal sehingga praktiknya pun menjadi sangat dangkal dan tidak menyentuh makna sesungguhnya.
Sesungguhnya ayat di atas mengajarkan tentang KESELAMATAN yang berhubungan dengan KETUHANAN. Implikasi pengajaran ini sangatlah dalam dan tidak semata-mata suatu peristiwa pada suatu masa ketika seseorang mengaku dengan MULUTnya bahwa Yesus adalah Tuhan dan percaya dalam HATInya bahwa Allah telah membangkitkan Yesus dari antara orang mati.
Saya meyakini apa yang Alkitab katakan tentang Juruselamat, Tuhan Yesus Kristus. Luar biasa juga jika dalam Yohanes 3:16 mengajarkan salah satunya bahwa melalui Kristus datanglah hidup kekal. “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yoh. 3:16). Melalui iman kepada Anak Allah, Kristus ada pengampunan, penebusan, pembenaran, pengudusan, dan lebih banyak lagi. Atau secara sederhana, ada keselamatan dari dosa dalam Yesus Kristus. Siapakah Kristus? Apakah itu bayi kecil yang terbaring di palungan? Siapakah Juruselamat?

Berikut ini adalah ayat-ayat lain yang biasa dipakai juga sebagai ayat penginjilan: “Ia mengantar mereka ke luar, sambil berkata: "Tuan-tuan, apakah yang harus aku perbuat, supaya aku selamat?" Jawab mereka: "Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat, engkau dan seisi rumahmu"” (Kis. 16:30-31). “... Tetapi itulah yang difirmankan Allah dengan perantaraan nabi Yoel: Akan terjadi pada hari-hari terakhir — demikianlah firman Allah — bahwa Aku akan mencurahkan Roh-Ku ke atas semua manusia; maka anak-anakmu laki-laki dan perempuan akan bernubuat, dan teruna-terunamu akan mendapat penglihatan-penglihatan, dan orang-orangmu yang tua akan mendapat mimpi. Juga ke atas hamba-hamba-Ku laki-laki dan perempuan akan Kucurahkan Roh-Ku pada hari-hari itu dan mereka akan bernubuat. Dan Aku akan mengadakan mujizat-mujizat di atas, di langit dan tanda-tanda di bawah, di bumi: darah dan api dan gumpalan-gumpalan asap. Matahari akan berubah menjadi gelap gulita dan bulan menjadi darah sebelum datangnya hari Tuhan, hari yang besar dan mulia itu. Dan barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan akan diselamatkan. Hai orang-orang Israel, dengarlah perkataan ini: Yang aku maksudkan, ialah Yesus dari Nazaret, seorang yang telah ditentukan Allah dan yang dinyatakan kepadamu dengan kekuatan-kekuatan dan mujizat-mujizat dan tanda-tanda yang dilakukan oleh Allah dengan perantaraan Dia di tengah-tengah kamu, seperti yang kamu tahu.” (Kis. 2:16-22). Siapakah Tuhan ini? Kisah Para Rasul 2:36, “Jadi seluruh kaum Israel harus tahu dengan pasti, bahwa Allah telah membuat Yesus, yang kamu salibkan itu, menjadi Tuhan dan Kristus."

Saya meyakini apa yang Alkitab katakan tentang Yesus Kristus. Kolose 1:13-17 menyebutkan bahwa Dia adalah Pencipta alam semesta. “Ia telah melepaskan kita dari kuasa kegelapan dan memindahkan kita ke dalam Kerajaan Anak-Nya yang kekasih; di dalam Dia kita memiliki penebusan kita, yaitu pengampunan dosa. Ia adalah gambar Allah yang tidak kelihatan, yang sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan, karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singgasana, maupun kerajaan, baik pemerintah, maupun penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia. Ia ada terlebih dahulu dari segala sesuatu dan segala sesuatu ada di dalam Dia.” Bahwa Yesus Kristus adalah Pencipta berarti bahwa Dia adalah Tuhan. Nehemia 9:6, “ "Hanya Engkau adalah TUHAN! Engkau telah menjadikan langit, ya langit segala langit dengan segala bala tentaranya, dan bumi dengan segala yang ada di atasnya, dan laut dengan segala yang ada di dalamnya. Engkau memberi hidup kepada semuanya itu dan bala tentara langit sujud menyembah kepada-Mu.” Alkitab menegaskan bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan atas Sabat (Luk. 6:5). Yesus juga dikatakan Tuhan atas yang hidup dan yang mati (Rm. 14:9). Saya meyakini tentang KETUHANAN Yesus Kristus karena Alkitab mengatakannya.

Menarik untuk kita catat bahwa kata “Juruselamat” hanya ditemukan sebanyak tiga puluh tujuh kali dalam Alkitab. Dua puluh empat kejadian ada di Perjanjian Baru. Namun, kata “Tuhan” dipakai sebanyak 400 kali dalam Perjanjian Baru saja. Kata “Juruselamat” tidak ada dalam Surat Roma, tetapi “Tuhan” ada empat puluh empat kali. Dalam Kitab Kisah Para Rasul, “Juruselamat” ditemukan dua kali, tetapi kata “Tuhan” dipakai sebanyak empat puluh tujuh kali. Secara alkitabiah, manakah kata yang lebih penting? “Juruselamat” atau “Tuhan”?

Saya percaya bahwa Yesus Kristus adalah satu-satunya Juruselamat manusia yang berdosa. Dan saya telah mempercayai-Nya sebagai Juruselamat dan Penebus pribadi saya. Namun, Penebus saya itu adalah Tuhan semua ciptaan, Tuhan Pencipta langit dan bumi, dan Tuhan keselamatan. Karena saya percaya akan Ketuhanan Sang Juruselamat ini, saya juga percaya akan KESELAMATAN karena pengakuan akan Tuhan ini.

Saya juga percaya bahwa Alkitab mengajarkan tengan PERTOBATAN. Semua orang di seluruh dunia tanpa kecuali harus bertobat, “... Bahwa di mana-mana semua mereka harus bertobat” (Kis. 17:30). Saya menerima apa yang disampaikan Petrus, “Karena itu sadarlah dan bertobatlah, supaya dosamu dihapuskan ...” (Kis. 3:19). Dan saya percaya apa yang Yesus katakan, “Jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa atas cara demikian” (Luk. 13:3). Pertobatan adalah pesan yang juga disampaikan oleh Yohanes, Si Baptis, Yesaya, Yehezkiel, Hosea, Yoel, dan banyak hamba Tuhan lain.

Lalu, mengapa Tuhan memerintahkan PERTOBATAN? Alasannya adalah adanya fakta bahwa kita semua ini penyembah berhala dalam hati. Ada yang menyembah allah-allah berujud Dagonnya bangsa Filistin. Ada yang memuja dewi penyanyi seperti Adele atau dewa akting seperti Sule. Ada yang menyembah dewa-dewa Italia seperti Ferrari atau Lamborghini. Tak ketinggalan pula yang memuji dewi Paris bernama Hermes atau dewanya yang bernama Chevrolet dan Piere Cardin. Kita semua memiliki kelemahan untuk menjadi penyembah berhala di hati kita. Ada yang tunduk di hadapan alkohol, tak sedikit pula yang bertekuk lutut di hadapan amoralitas, yang lain lagi tak berkutik di hadapan narkoba. Banyak yang menyembah uang, atau segala hal yang bisa dibeli dengan uang, atau segala sesuatu yang menghasilkan uang. Ada juga yang memuja allah terendah di alam semesta ini—dirinya sendiri. Dari segala berhala inilah, Allah memerintahkan kita untuk bertobat.

Apakah PERTOBATAN itu? Pertobatan adalah perubahan hati tentang dosa, termasuk berhala. Pertobatan merupakan pengakuan dosa kita secara pribadi dan beralih pada Kristus untuk pembebasan kita. Pertobatan berarti menghancurkan Dagon, menghancurkan Adele, Sule, Ferrari, Lamborghini, Hermes, Chevrolet, Piere Cardin, dan bahkan juga diri sendiri, serta menobatkan Allah baru, Tuhan baru, dalam kehidupan kita. Lalu siapakah Tuhan baru itu? Itulah Yesus Kristus, Juruselamat, Tuhan alam semesta. Itu berarti akan ada Tuhan baru di dalam hati menggantikan berhala-berhala itu. Pertobatan adalah penegakan Tuhan baru atas hidup orang berdosa. Karena tidak ada keselamatan terlepas dari pertobatan sejati, keselamatan sejati mencakup pengakuan akan Tuhan.


Karena itu, doa sederhana bahwa seseorang menyesal akan dosanya bukanlah PERTOBATAN dan tidaklah membawa seseorang pada KESELAMATAN. Itu justru merupakan tipuan Iblis yang telah banyak membawa orang ke neraka. Mengaku bersalah karena tertangkap tangan mencuri bukanlah pertobatan dan keselamatan. Mengundang Yesus masuk ke dalam hati kita pun bukan pertobatan atau pun keselamatan. Keselamatan sejati memerlukan adanya hati yang hancur akan dosa dan penyerahan total pada Sang Juruselamat. Ingatlah baik-baik bahwa Alkitab di mana pun tidak pernah berkata, “Percaya Yesus!” Alkitab tegas menyatakan, “Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat ....” Kepercayaan kepada-Nya sebagai Tuhan menuntut tanggung jawab total untuk benar-benar menjadikan Dia sebagai satu-satunya Tuhan dan itu terbukti dalam hidup sehari-harinya. Siapa yang menjadi Tuhan dalam hidup seseorang tampak melalui kata-katanya, melalui sikapnya, melalui perlakuannya terhadap sesama, melalui segala aspek hidupnya.


Secara praktis, seseorang tidak mungkin menjadikan Yesus Kristus sebagai Tuhan sementara tangannya masih ringan terhadap pasangannya, bahkan mulutnya pun masih tajam terhadap sesamanya. Tidak mungkin Yesus adalah Tuhan dalam hidupnya sementara seseorang masih korupsi di tempatnya bekerja, bahkan dengan Tuhan berani berkata memberikan persepuluhan padahal sama sekali bukan itu jumlah persepuluhannya. Pengakuan kita bahwa Yesus adalah Tuhan membawa PERTOBATAN yang benar-benar berdampak dalam keseluruhan hidup kita. Jika kita benar-benar bertobat dan mengakui-Nya sebagai Tuhan, satu-satunya kerinduan kita adalah menyenangkan hati Tuhan dan Raja yang bertakhta di hati kita.


Saya bukanlah orang yang SEMPURNA dalam perjuangan menyenangkan hati Tuhan. Acap kali, saya juga gagal. Namun, kesadaran akan pengakuan saya dan keyakinan saya akan siapa Tuhan saya mengajar saya untuk bertobat dan terus berjuang menjadi sempurna sebagaimana yang dirindukan Tuhan.

BERANIKAH AKU?????????

BERANIKAH AKU JIKA... 1. JIKA AKU ADALAH MUSA Beranikah aku yang sudah mati-matian memimpin bangsa Israel masuk ke negeri yang limpah den...