Jumat, 09 September 2016

REDEFINISI 104: Hadirat Tuhan

REDEFINISI 104: Hadirat Tuhan


Kita memasuki hadirat Tuhan. Kita rasakan kuasa-Nya. Kita puji dan sembah Dia di hadirat-Nya. Hadirat-Nya telah turun memenuhi tempat ini ....”

Demikianlah kata-kata yang acapkali kita dengarkan saat ibadah atau kebaktian. Pemimpin ibadah atau gembala biasa mengatakan itu ketika menyampaikan ajakan kepada jemaat. Ada juga lagu yang syairnya mengatakan, “Masuk hadirat-Nya dengan hati bersyukur, memuji Dia ....” Kata-kata itu terdengar indah dan syair pun terdengar manis di indera pendengaran kita. Saat itu, para hadirin seolah-olah terbius dan terbawa suasana yang membuat bulu kuduk berdiri karena agungnya. Padahal itu semua perlu dipelajari dan definisi ulang. Apakah hadirat Tuhan itu dan bagaimana hadirat Tuhan itu? Jangan sampai ternyata tanpa sadar kita telah melecehkan Tuhan lewat perbuatan kita.

Allah adalah Allah yang Omnipresent. Kata “omni” berasal dari kata Latin yang berarti “seluruh, semua.” Kata “omnipresent” berakar dari bahasa Latin pertengahan “omni- omni- + praesent- present” yang artinya ada atau hadir di mana pun pada saat yang sama. Jadi, Allah itu ada dan hadir di mana pun pada waktu yang sama. Biasanya kita menyebutkan bahwa Allah itu Mahahadir. Ayat-ayat yang mendukungnya ada banyak: Mazmur 139:7-18; Yeremia 23:24; Amsal 15:3; 1 Raja-raja 8:27; Kisah Para Rasul 17:24; Kolose 1:17; Matius 18:20; Yesaya 57:15; Ibrani 4:12; Yesaya 66:1; Ayub 34:21, dan masih banyak lagi. Keyakinan kita akan hal ini seharusnyalah terpancar dalam praktik ibadah dan pemujaan kita akan Dia.

Dengan dasar karakter Allah yang Mahahadir, kita bisa memahami frase “hadirat Tuhan” itu dengan lebih baik dan mempraktikkannya dengan lebih tepat dalam hidup sehari-hari kita. Kata “hadirat” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia daring berarti “hadapan”. Jadi, “di hadirat Tuhan” berarti “di hadapan Tuhan”. Jika Tuhan itu Mahahadir, maka di hadapan-Nya itu bisa berarti di mana pun, tidak terbatas oleh ruang dan waktu, tidak dibatasi oleh aba-aba. Kita berada di hadapan Tuhan di mana pun kita berada. Kita berada di hadapan Tuhan apa pun yang kita lakukan. Tidak ada istilah “memasuki hadirat Tuhan” karena kita tidak pernah keluar dari hadapan-Nya. Hadirat-Nya tidak bisa turun karena Dia ada dan meliputi segala sesuatu.

Frase “memasuki hadirat Tuhan” justru melecehkan karakter Tuhan yang Mahahadir. Kita mencoba untuk membatasi-Nya dan mengecilkan-Nya seolah-olah Dia akan turun dan hadir saat kita memerintah dan menginginkan-Nya. Sungguh, kita sudah bertindak kurang ajar terhadap Tuhan. Akibatnya, kita bisa bersikap semau kita seolah-olah Tuhan hanya hadir saat kita mengundang Dia.

Kesadaran akan pengakuan iman kita akan karakter Allah seharusnya mewarnai seluruh aspek hidup kita. Jika kita percaya Allah itu Mahahadir, kita menjadi takut akan Dia apa pun yang kita kerjakan. Kita takut berbuat dosa karena Dia yang Mahahadir pasti tahu saat kita berbuat dosa itu. Kita akan selalu berpikir bagaimana kita bisa menyenangkan Dia yang Mahahadir yang selalu ada bersama kita. Bahkan, bagi orang percaya Tuhan tinggal di dalam hati. Ini lebih dahsyat lagi. Kita akan menjaga tiap kata-kata yang meluncur dari bibir mulut kita bukan hanya karena takut melukai hati pasangan, anak-anak, sesama kita, melainkan juga takut melukai perasaan Tuhan. Saat akan melakukan hal yang tidak berkenan di hadapan Tuhan di kantor, di jalan, di rumah, di mana pun kita akan berpikir, “Apakah Tuhan akan disenangkan dengan apa yang kita pikirkan, katakan, dan lakukan?” Ini sungguh merupakan perjuangan sehari-hari kita di “hadirat Tuhan.” Keyakinan kita akan kehadiran Tuhan sungguh mengubah banyak hal dalam hidup kita. Demikianlah kita bisa menjadikan Alkitab sebagai otoritas dan praktik hidup kita. Ayo hidup benar di HADIRAT TUHAN ... (D.B.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BERANIKAH AKU?????????

BERANIKAH AKU JIKA... 1. JIKA AKU ADALAH MUSA Beranikah aku yang sudah mati-matian memimpin bangsa Israel masuk ke negeri yang limpah den...