REDEFINISI 102:
PENGUDUSAN
“Tetapi
hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti
Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis:
Kuduslah kamu, sebab Aku kudus.”
(1Ptr.
1:15-16).
“Kejarlah
kekudusan, sebab tanpa kekudusan tidak seorangpun akan melihat Tuhan”
(Ibr. 12:14).
Sulit untuk hidup kudus di
dunia ini sekarang ini. Tidak jarang kita mendengar celetukan, “Sok
suci!” yang diungkapkan pada orang yang mencoba hidup “berbeda”
dengan lingkungannya. Bahkan tidak dipungkiri bahwa seringkali orang
yang mengaku percaya yakin bahwa hidupnya kudus, meskipun
kenyataannya, hidupnya tidak berbeda dengan orang yang tidak percaya.
Bahkan, orang tidak percaya mungkin memiliki hidup moral yang baik
dibandingkan orang yang mengaku percaya. Orang ini sudah yakin bahwa
hidupnya sudah dikuduskan dengan darah Kristus yang tercurah di atas
kayu salib. Dan itu cukup baginya entah bagaimana pun dia hidup di
dunia.
Kata “kudus” berasal
dari kata bahasa Yunani αγιος (hagios) kata sifat yang berarti
“kudus”; kata kerjanya agiavzw (hagiazo):
“memisahkan atau menguduskan.” Ayat 16 dari 1 Petrus 1 menegaskan
bahwa ini merupakan perintah. Dasarnya adakah kekudusan Allah
sendiri—διότι γέγραπται Ἅγιοι γένεσθε,
ὅτι ἐγὼ ἅγιος εἰμι (dioti
gegraptai hagioi genesthe hoti ego hagios eimi—TR1550)—Hendaklah
kami menjadi kudus karena Aku juga kudus.
Apa yang seharusnya terjadi dalam diri orang yang percaya saat ini:
proses PENGUDUSAN.
Εἰρήνην
διώκετε μετὰ πάντων καὶ τὸν ἁγιασμόν
οὗ χωρὶς οὐδεὶς ὄψεται τὸν κύριον
(eirenen diokete meta panthon kai ton
hagiasmon hou choris oudeis opsetai ton kurion—TR1550)
... Frase διώκετε μετὰ πάντων (diokete
meta panthon) dalam
Ibrani 12:14 ini menegaskan bahwa kekudusan itu harus
dikejar/diupayakan melebihi apa pun. Ini bukan hal yang patut
diremehkan. Hidup kudus adalah tujuan hidup orang percaya setelah ia
mengaku percaya. Menjadi/mengejar/mengupayakan kekudusan hidup
haruslah menjadi irama hidup sehari-hari. Tanpa keseriusan untuk
hidup kudus, iman seseorang patut dipertanyakan dan konsekuensinya
jelas, “tanpa kekudusan tidak seorangpun akan melihat Tuhan.”
Kalau
kita berbicara tentang PENGUDUSAN, kita melihat dua sisi mata uang:
bahwa PENGUDUSAN itu 100% Allah yang mengerjakan dan memungkinkannya
melalui karya Kristus di kayu salib dan 100% manusia dalam hal
tanggung jawabnya untuk hidup kudus. Allah telah “memisahkan,
menguduskan, mengkhususkan” orang percaya melalui kurban Kristus
dan kita bertanggung jawab sepenuhnya untuk hidup terpisah, hidup
kudus, dan hidup khusus demi mencapai tujuan kemuliaan Allah.
Tanggung jawab ini benar-benar adalah pilihan kita.
Dalam
hal ini, Tuhan Yesus adalah role-model
kita. Kita menjalani proses demi proses untuk menjadi serupa
dengan-Nya dalam pikiran, perasaan, dan kehendak kita. Roh Kudus
menolong kita untuk memahami kehendak Allah itu. Transformasi kita
itu berlangsung terus-menerus melalui saudara-saudara kita yang
percaya, firman Allah, dan juga melalui berbagai peristiwa yang kita
alami. Proses ini tidak akan berhenti dalam hidup ini, namun itulah
target kita. Jika tidak demikian, kita sedang missed
the target (berdosa).
Proses ini akan selalu diwarnai dengan perjuangan kita melawan dunia,
daging, dan Iblis. Mematikan daging dan segala keinginannya bukanlah
hal mudah di tengah dunia yang menawarkan dan mengupayakan pemenuhan
kebutuhan daging serta segala kenikmatannya.
Tidak
mengherankan, banyak orang berhenti pada kekudusan secara posisional
mereka saja disertai pemahaman yang keliru bahwa “Tuhan membuat
segala sesuatu indah pada waktunya.” Artinya, seseorang yang sudah
mengaku percaya tidak perlu berupaya keras untuk hidup kudus karena
nantinya Tuhan akan menyempurnakan. Waspadalah dengan jaminan
keselamatan palsu seperti ini. Tuhan menghendaki hidup suci dalam
pikiran, perkataan, perasaan, dan kehendak kita. Itu berarti
menyelaraskannya dengan pikiran, perasaan, dan kehendak Tuhan Yesus.
Bagi dunia, kita mungkin akan dikatakan “sok suci”, tetapi bagi
Tuhan Yesus, itulah hidup “standar” orang percaya di dunia, sama
sekali bukan “sok” tetapi memang seperti itulah kita harus hidup.
(D.B.)
Nas
Yunani dikutip dari 1550
Stephanus New Testament (TR1550)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar