REDEFINISI 105:
Keimaman Orang Percaya
“Dan biarlah kamu
juga dipergunakan sebagai batu hidup untuk pembangunan suatu rumah
rohani, bagi suatu imamat kudus, untuk
mempersembahkan persembahan rohani yang karena Yesus Kristus berkenan
kepada Allah. ... Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat
yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah
sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari
Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada
terang-Nya yang ajaib”
(1Ptr. 2:5, 9)
Salah satu ungkapan yang
sering kita dengan selain “Tuhan memberkati” atau “Tuhan Yesus
memberkati” adalah “Tolong, doakan saya” atau “Dukung saya
dalam doa.” Hal itu biasanya disampaikan kepada orang yang dianggap
lebih rohani, misalnya pendeta. Terdengar sangat rohani, bukan? Lebih
daripada itu, ada orang-orang yang dengan berani menyatakan gerejanya
sebagai gereja ruang mahakudus yang memiliki kuasa untuk mewakili
jemaatnya untuk menghadap dan memohon kepada Tuhan. Pendeta besarnya
tentu menjadi imam utama atau imam besar. Sungguh menyedihkan, bahwa
kita mengakui adanya keimaman orang percaya berdasarkan ayat di atas,
tetapi di sisi lain mempraktikkan hal lain yang bertentangan
dengannya.
Untuk memahami konsep ini,
kita perlu menengok praktiknya dalam Perjanjian Lama. Imam-iman dalam
Perjanjian Lama dipilih oleh Allah, tidak memilih dirinya sendiri;
dipilih untuk suatu maksud tertentu: melayani Allah dengan hidup
mereka melalui kurban-kurban persembahan. Ini merupakan tipologi
pelayanan Yesus Kristus. Gambaran ini tidak diperlukan lagi setelah
pengurbanan-Nya di atas kayu salib digenapi. Saat tirai bait Allah
terbelah ketika Yesus mati (Mat. 27:51), Allah secara implisit
menyatakan bahwa keimaman Perjanjian Lama sudah berakhir. Sekarang,
orang bisa datang langsung kepada Allah melalui Imam Besar Agung,
Yesus Kristus (Ibr. 4:11-16). Tidak ada lagi manusia yang menjadi
pengantara antara Allah dan manusia seperti yang ada di Perjanjian
Lama (1Tim. 2:5).
Kristus, Imam Besar kita,
telah membuat pengurbanan atas dosa sekali untuk selamanya (Ibr.
10:12), dan pengurbanan-Nya itu sempurna, tidak perlu ada pengurbanan
lagi (Ibr. 10:26). Orang percaya sesuai 1 Petrus 2:5, dipilih Allah
untuk mempersembahkan persembahan rohani yang karena Yesus Kristus
berkenan kepada Allah. Ini sungguh luar biasa. Orang percaya memiliki
hak istimewa karena dipilih oleh Allah. ... “... bangsa yang
terpilih ... umat kepunyaan Allah sendiri.” Di Perjanjian Lama,
hanya iman yang boleh masuk ke Kemah Suci atau Bait Suci. Ke dalam
Ruang Mahakudus, yang ada di balik tirai, hanya Imam Besar yang bisa
masuk setahun sekali pada hari penebusan dosa, untuk mempersembahkan
kurban bagi umat. Itu berlaku pada masa Perjanjian Lama. Jemaat dan
orang percaya masa ini tidak lagi hidup dengan demikian. Tidak ada
lagi orang khusus yang menjadi pengantara doa dan persembahan kurban.
Karena kematian Yesus Kristus di atas kayu salib, SEMUA ORANG PERCAYA
memiliki akses untuk datang ke hadapan takhta Allah secara langsung.
WOW! Saat Yesus Kristus datang kembali dan Yerusalem baru turun ke
bumi (Why. 21), orang percaya akan bertemu muka dengan muka dan akan
melayani Dia selamanya (Why. 22:3-4). Betapa luar biasanya!
Kita tidak perlu lagi orang
yang bisa masuk “ruang mahakudus” atau gereja mahakudus sehingga
perlu ada orang yang khusus untuk mendoakan. Itu hak istimewa semua
orang percaya yang sayang sekali dilewatkan atau tidak dipergunakan.
Kita tidak memerlukan orang yang ibarat dukun mengetahui hal lebih
daripada kita atau mempunyai kuasa lebih daripada kita. Roh Kudus
dengan kuasa yang sama ada dalam diri orang percaya. Masalahnya,
apakah seseorang itu sadar akan pimpinan Roh Kudus sementara hidupnya
dipimpin oleh perasaannya dan hikmatnya sendiri? Jangan mau
dimanipulasi dengan orang yang mengatakan memiliki kuasa untuk
menjadi pengantara. Tidak ubahnya, orang yang pasti mengaku sebagai
hamba Tuhan, hamba terdekat Tuhan, yang minta berkat, bebas dari
kemiskinan, sembuh dari sakit-penyakit, bangkit dari kematian, dan
segala hal jasmani, ini sama dengan dukun.
Orang percaya dipilih untuk
suatu maksud khusus: mempersembahkan kurban rohani (misalnya: Ibr.
13:15-16) dan memberitakan perbuatan besar-Nya yang telah
menyelamatkannya (1Ptr. 2:5; Ti. 2:11-14; Ef. 2:10). Rencana Allah
dengan kita adalah mempersembahkan kurban rohani, bukan lagi yang
jasmani, bukan lagi yang bersifat materi, melainkan hidup kita:
perkataan yang memuliakan Allah dan perbuatan baik. Segala tindakan
Allah untuk menyelamatkan kita, mengembalikan kita ke dalam
rancangannya semula, hendaknya juga menjadi fokus pemberitaan kita.
Itu lebih penting daripada sekadar berita tentang mukjizat Allah
dalam menyembuhkan kita dari sakit-penyakit yang seringkali
disaksikan secara dahsyat oleh saudara-saudara kita. Bagaimana Allah
membentuk kita lewat kekurangan, sakit-penyakit, kelebihan, masalah,
dan segala sesuatu yang membuat kita benar-benar menjadi batu yang
hidup, adalah mukjizat yang jauh lebih penting untuk diberitakan.
Hidup kita ini untuk melayani Tuhan. Karena tubuh kita adalah Bait
Roh Kudus (1Kor. 6:19-20), Allah memanggil kita untuk mempersembahkan
hidup kita sebagai persembahan yang hidup (Rm. 12:1-2).
Keimaman orang percaya ini
menyatakan adanya kesetaraan dalam persekutuan orang percaya. Tidak
ada orang yang ditiinggikan lebih daripada orang lain karena
jabatannya dalam jemaat. Semua adalah imam yang melayani Tuhan yang
harus berfungsi sebagai batu hidup untuk membangun rumah rohani.
(D.B.)